Transmigrasi (dari bahasa
Belanda: transmigratie)
adalah suatu program yang dibuat oleh pemerintah Indonesia untuk memindahkan penduduk dari suatu daerah yang padat penduduk (kota)
ke daerah lain (desa) di dalam wilayah Indonesia. Penduduk yang melakukan
transmigrasi disebut transmigran.
Tujuan resmi program ini adalah untuk
mengurangi kemiskinan dan kepadatan penduduk di pulau Jawa [1], memberikan kesempatan bagi orang yang mau
bekerja, dan memenuhi kebutuhan tenaga kerja untuk mengolah sumber daya di
pulau-pulau lain seperti Papua, Kalimantan, Sumatra, dan Sulawesi.
Seiring dengan perubahan lingkungan strategis di Indonesia, transmigrasi
dilaksanakan dengan paradigma baru sebagai berikut:
- Mendukung ketahanan pangan dan penyediaan papan
- Mendukung kebijakan energi alternatif (bio-fuel)
- Mendukung pemerataan investasi ke seluruh wilayah Indonesia
- Mendukung ketahanan nasional pulau terluar dan wilayah perbatasan
- Menyumbang bagi penyelesaian masalah pengangguran dan kemiskinan
Transmigrasi
tidak lagi merupakan program pemindahan penduduk, melainkan upaya untuk
pengembangan wilayah. Metodenya tidak lagi bersifat sentralistik dan top down
dari Jakarta, melainkan berdasarkan Kerjasama Antar Daerah pengirim transmigran
dengan daerah tujuan transmigrasi. Penduduk setempat semakin diberi kesempatan
besar untuk menjadi transmigran penduduk setempat (TPS), proporsinya hingga
mencapai 50:50 dengan transmigran Penduduk Asal (TPA).
Transmigrasi
merupakan program pemerintah yang berupaya melakukan pemerataan penduduk dengan
cara memindahkan penduduk di daerah-daerah padat ke daerah-daerah yang jarang
penduduknya. Penduduk yang sering menjadi sasaran transmigrasi adalah yang
bermukim di pulau Jawa dipindahkan ke daerah tujuan transmigrasi seperti
Kalimantan, Sumatera dan Sulawesi.
Sejumlah
pihak mendorong agar program transmigrasi ditangani khusus oleh satu
kementerian tersendiri di pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Prorgam
transmigrasi dinilai efektif dan strategis untuk menjawab persoalan bangsa,
seperti kemiskinan, ketahanan pangan, pemerataan pembangunan wilayah,
pengangguran, dan pertahanan.
“Transmigrasi
itu program strategis untuk menjawab persoalan bangsa. Untuk itu perlu
ditangani secara serius,” kata Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia
(Opsi), Timboel Siregar,
Ia
mengusulkan agar urusan transmigrasi dapat ditangani oleh kementerian
tersendiri. Pemisahan transmigrasi dari urusan ketenagakerjaan, kata Timboel,
sangat mendesak. Terlebih kondisi geografis Indonesia yang sangat luas membuat
tantangan dan persoalan bangsa kian kompleks. “Misalkan saja, maraknya ancaman
klaim negara lain atas pulau-pulau yang tidak berpenghuni di Indonesia,” ungkap
Timboel.
Tidak
hanya itu, sekalipun berpenghuni, masyarakat yang tinggal di daerah pulau
terdepan dan perbatasan di Indonesia pun masih hidup di bawah garis kemiskinan.
“Itu kenapa program transmigrasi perlu mendapat perhatian serius pada pemerintahan
Jokowi-JK,” tegas Timboel.
Usulan
senada disampaikan Dirjen Pembinaan Pengembangan Masyarakat dan Kawasan
Transmigrasi (P2MKT Kemenakertrans), Roosari Tyas Wardani. Ia berharap urusan
transmigrasi mendapat dukungan pemerintah agar menjadi institusi atau lembaga
tersendiri. “Entah apa namanya, yang terpenting transmigrasi yang lembaga
tersendiri yang tangguh,”
engatakan
manfaat program transmigrasi sangat nyata, seperti sabuk pengaman NKRI, juga
menghasilkan bahan pangan. “Oleh karena itu, perlu menjadi kementerian
tersendiri, pisah dari ketenagakerjaan,”
Sementara
itu, Sekretaris Badan Zakat Nasional (Baznas), Fuad Nashar, mengatakan
Indonesia perlu mengembangkan sistem dan cara-cara baru dalam menghimpun dana
masyarakat untuk mendukung program kesejahteraan sosial. Cara baru itu
diperlukan karena keterbatasan sumber pendanaan dari APBN. Salah satunya lewat
zakat. Sayang, potensi penggalangan dana lewat zakat tak tergarap maksimal.
“Sebetulnya
mengingat mayoritas penduduk Indonesia adalah umat Islam, sistem dan cara yang
dianggap baru itu sudah lama dikenal dalam kehidupan masyarakat kita, yaitu
zakat, infak, sedekah, wakaf, dan sebagainya,
CONTOH KASUS
Efektivitas
program transmigrasi untuk penanganan pengungsi konflik Poso
Kerusuhan
sosial yang telah melanda Kabupaten Poso dalam empat kali kerusuhan ini telah
menimbulkan jumlah pengungsi sebanyak 19.507 KK (78.030 jiwa) dan rusaknya
rumah sebanyak 8.030 unit rumah. Pemerintah melalui Menteri Koordinator
Kesejahteraan Rakyat (Menko KESRA) telah menyusun Kebijakan Penanganan
Pengungsi yang salah satunya adalah Penanganan Pola II yaitu program
pemberdayaan terhadap para pengungsi yang leading sektornya adalah Departemen
Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta dibantu oleh Pemerintah Daerah/Satkorlak.
Pola ini telah dilaksanaan pada lokasi penelitian yaitu Unit Permukiman
Transmigrasi (UPT) Dataran Kalemba, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah.
Permasalahannya adalah apakah progran transmigrasi efektif, untuk dipakai
sebagai program penanganan pengungsi konflik Poso. Tujuan penelitian ini
adalah: 1) untuk mengkaji profil pengungsi korban konflik, 2) mengetahui
pelaksanaan atau implementasi penanganan pengungsi kerusuhan Poso dengan
memakai program transmigrasi dan tingkat efektivitasnya serta kesesuaian
program, 3) memahami dan merumuskan program yang sesuai untuk penanganan
pengungsi korban kerusuhan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode
kualitatif dan menggunakan pola pikir induktif dengan pendekatan fenomenologi.
Pengumpulan datanya dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dan pengumpulan
data skunder. Menganalisisnya dengan membangun suatu gambaran yang kompleks dan
menyeluruh (holistik), dibentuk dengan kata-kata atau deskripsi dari unit-unit
informasi yang didapat pada tahap empiris Hasil penelitian menunjukkan bahwa
program transmigrasi yang bisa dipakai sebagai program penanganan pengungsi
korban konflik Poso adalah transmigrasi umum dengan kriteria yang khusus.
Dimana kriteria kekhususan dari program ini adalah dalam satu UPT mempunyai
agama yang sama dan ditempatkan dilokasi yang penduduk sekitarnya beragama yang
sama, dan polanya disesuaikan dengan pekerjaan pengungsi sebelumnya. Program
transmigrasi ini juga cukup efektif sebagai program penanganan pengungsi korban
konflik Poso, karena para pengungsi korban konflik Poso sebagian besar adalah
petani yang sangat membutuhkan tempat tinggal dan pekerjaan. Dalam program ini
juga diberikan rumah, lahan pertanian dan pembinaan dalam bidang usaha tani dan
sosial budaya. Jadi dengan mengikuti program transmigrasi ini, para pengungsi
langsung segera bekerja dan mendapatkan tempat tinggal yang menetap. Khusus
untuk UPT. Dataran Kalemba, program ini tidak efektif, karena banyak warga
trans yang meninggalkan UPT. Hal ini disebabkan permukimannya tidak memenuhi
kriteria catur layak sesuai Kepmen Nakertrans No. KEP.231/MEN/2002. Kata Kunci:
Program Transmigrasi, Penanganan Pengungsi
Sumber didapat dari: