31 Oktober 2015

TRANSMIGRASI (Tugas Softskill Kelompok 2)



Transmigrasi (dari bahasa Belanda: transmigratie) adalah suatu program yang dibuat oleh pemerintah Indonesia untuk memindahkan penduduk dari suatu daerah yang padat penduduk (kota) ke daerah lain (desa) di dalam wilayah Indonesia. Penduduk yang melakukan transmigrasi disebut transmigran.
Tujuan resmi program ini adalah untuk mengurangi kemiskinan dan kepadatan penduduk di pulau Jawa [1], memberikan kesempatan bagi orang yang mau bekerja, dan memenuhi kebutuhan tenaga kerja untuk mengolah sumber daya di pulau-pulau lain seperti Papua, Kalimantan, Sumatra, dan Sulawesi.
Seiring dengan perubahan lingkungan strategis di Indonesia, transmigrasi dilaksanakan dengan paradigma baru sebagai berikut:
  1. Mendukung ketahanan pangan dan penyediaan papan
  2. Mendukung kebijakan energi alternatif (bio-fuel)
  3. Mendukung pemerataan investasi ke seluruh wilayah Indonesia
  4. Mendukung ketahanan nasional pulau terluar dan wilayah perbatasan
  5. Menyumbang bagi penyelesaian masalah pengangguran dan kemiskinan
Transmigrasi tidak lagi merupakan program pemindahan penduduk, melainkan upaya untuk pengembangan wilayah. Metodenya tidak lagi bersifat sentralistik dan top down dari Jakarta, melainkan berdasarkan Kerjasama Antar Daerah pengirim transmigran dengan daerah tujuan transmigrasi. Penduduk setempat semakin diberi kesempatan besar untuk menjadi transmigran penduduk setempat (TPS), proporsinya hingga mencapai 50:50 dengan transmigran Penduduk Asal (TPA).
Transmigrasi merupakan program pemerintah yang berupaya melakukan pemerataan penduduk dengan cara memindahkan penduduk di daerah-daerah padat ke daerah-daerah yang jarang penduduknya. Penduduk yang sering menjadi sasaran transmigrasi adalah yang bermukim di pulau Jawa dipindahkan ke daerah tujuan transmigrasi seperti Kalimantan, Sumatera dan Sulawesi.
Sejumlah pihak mendorong agar program transmigrasi ditangani khusus oleh satu kementerian tersendiri di pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Prorgam transmigrasi dinilai efektif dan strategis untuk menjawab persoalan bangsa, seperti kemiskinan, ketahanan pangan, pemerataan pembangunan wilayah, pengangguran, dan pertahanan.
“Transmigrasi itu program strategis untuk menjawab persoalan bangsa. Untuk itu perlu ditangani secara serius,” kata Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (Opsi), Timboel Siregar,
Ia mengusulkan agar urusan transmigrasi dapat ditangani oleh kementerian tersendiri. Pemisahan transmigrasi dari urusan ketenagakerjaan, kata Timboel, sangat mendesak. Terlebih kondisi geografis Indonesia yang sangat luas membuat tantangan dan persoalan bangsa kian kompleks. “Misalkan saja, maraknya ancaman klaim negara lain atas pulau-pulau yang tidak berpenghuni di Indonesia,” ungkap Timboel.
Tidak hanya itu, sekalipun berpenghuni, masyarakat yang tinggal di daerah pulau terdepan dan perbatasan di Indonesia pun masih hidup di bawah garis kemiskinan. “Itu kenapa program transmigrasi perlu mendapat perhatian serius pada pemerintahan Jokowi-JK,” tegas Timboel.
Usulan senada disampaikan Dirjen Pembinaan Pengembangan Masyarakat dan Kawasan Transmigrasi (P2MKT Kemenakertrans), Roosari Tyas Wardani. Ia berharap urusan transmigrasi mendapat dukungan pemerintah agar menjadi institusi atau lembaga tersendiri. “Entah apa namanya, yang terpenting transmigrasi yang lembaga tersendiri yang tangguh,”
engatakan manfaat program transmigrasi sangat nyata, seperti sabuk pengaman NKRI, juga menghasilkan bahan pangan. “Oleh karena itu, perlu menjadi kementerian tersendiri, pisah dari ketenagakerjaan,”
Sementara itu, Sekretaris Badan Zakat Nasional (Baznas), Fuad Nashar, mengatakan Indonesia perlu mengembangkan sistem dan cara-cara baru dalam menghimpun dana masyarakat untuk mendukung program kesejahteraan sosial. Cara baru itu diperlukan karena keterbatasan sumber pendanaan dari APBN. Salah satunya lewat zakat. Sayang, potensi penggalangan dana lewat zakat tak tergarap maksimal.
“Sebetulnya mengingat mayoritas penduduk Indonesia adalah umat Islam, sistem dan cara yang dianggap baru itu sudah lama dikenal dalam kehidupan masyarakat kita, yaitu zakat, infak, sedekah, wakaf, dan sebagainya,

   CONTOH KASUS
Efektivitas program transmigrasi untuk penanganan pengungsi konflik Poso
Kerusuhan sosial yang telah melanda Kabupaten Poso dalam empat kali kerusuhan ini telah menimbulkan jumlah pengungsi sebanyak 19.507 KK (78.030 jiwa) dan rusaknya rumah sebanyak 8.030 unit rumah. Pemerintah melalui Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko KESRA) telah menyusun Kebijakan Penanganan Pengungsi yang salah satunya adalah Penanganan Pola II yaitu program pemberdayaan terhadap para pengungsi yang leading sektornya adalah Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta dibantu oleh Pemerintah Daerah/Satkorlak. Pola ini telah dilaksanaan pada lokasi penelitian yaitu Unit Permukiman Transmigrasi (UPT) Dataran Kalemba, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Permasalahannya adalah apakah progran transmigrasi efektif, untuk dipakai sebagai program penanganan pengungsi konflik Poso. Tujuan penelitian ini adalah: 1) untuk mengkaji profil pengungsi korban konflik, 2) mengetahui pelaksanaan atau implementasi penanganan pengungsi kerusuhan Poso dengan memakai program transmigrasi dan tingkat efektivitasnya serta kesesuaian program, 3) memahami dan merumuskan program yang sesuai untuk penanganan pengungsi korban kerusuhan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dan menggunakan pola pikir induktif dengan pendekatan fenomenologi. Pengumpulan datanya dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dan pengumpulan data skunder. Menganalisisnya dengan membangun suatu gambaran yang kompleks dan menyeluruh (holistik), dibentuk dengan kata-kata atau deskripsi dari unit-unit informasi yang didapat pada tahap empiris Hasil penelitian menunjukkan bahwa program transmigrasi yang bisa dipakai sebagai program penanganan pengungsi korban konflik Poso adalah transmigrasi umum dengan kriteria yang khusus. Dimana kriteria kekhususan dari program ini adalah dalam satu UPT mempunyai agama yang sama dan ditempatkan dilokasi yang penduduk sekitarnya beragama yang sama, dan polanya disesuaikan dengan pekerjaan pengungsi sebelumnya. Program transmigrasi ini juga cukup efektif sebagai program penanganan pengungsi korban konflik Poso, karena para pengungsi korban konflik Poso sebagian besar adalah petani yang sangat membutuhkan tempat tinggal dan pekerjaan. Dalam program ini juga diberikan rumah, lahan pertanian dan pembinaan dalam bidang usaha tani dan sosial budaya. Jadi dengan mengikuti program transmigrasi ini, para pengungsi langsung segera bekerja dan mendapatkan tempat tinggal yang menetap. Khusus untuk UPT. Dataran Kalemba, program ini tidak efektif, karena banyak warga trans yang meninggalkan UPT. Hal ini disebabkan permukimannya tidak memenuhi kriteria catur layak sesuai Kepmen Nakertrans No. KEP.231/MEN/2002. Kata Kunci: Program Transmigrasi, Penanganan Pengungsi
Sumber didapat dari: